Senin, 13 Juni 2016


OLAHRAGA DAN NASIONALISME

Melihat dan membaca begitu banyak koran dan televisi nasional yang meliput kegiatan olahraga baru-baru ini yang dihubungkan dengan nasionalisme saya teringat obrolan dengan seorang sahabat beberapa tahun lalu. Mungkin ketika timnas Indonesia di perempat final piala Asia atau saat kejuaran badminton all england. Entahlah, persisnya saya lupa.  Tapi yang jelas teringat dalam obrolan tersebut bahwa hanya negara-negara berkembanglah yang membutuhkan olahragawan sebagai pahlawan nasional, sebagai duta bangsa dihadapan dunia internasional. Yang dihubung-hubungkan dengan nasionalisme.
Kenapa?
Mungkin karena seperti negara ketiga lah yang membutuhkan simbol kebanggaan seperti itu. Simbol dari sedikit orang untuk berdiri sebagai wakil bangsa dihadapan warga dunia. Karena memang negara ketiga belum mampu memfasilitasi seluruh warganya untuk dapat menikmati fasilitas-fasilitas olahraga. Negara hanya mampu membiayai sedikit orang untuk tampil di kancah dunia.
Mungkin itulah sebabnya kita sebagian orang Indonesia bangga, dengan kebanggaan yang hampir sama seperti ketika akan melepas seorang utusan untuk mempertahankan tegak runtuhnya sebuah bangsa, ketika Chris John tampil di Texas. Mungkin itu pula yang menyebabkan kita bangga terhadap Rio Haryanto jika tampil di balapan internasional, walaupun kita tahu mereka berdua miskin gelar.  Kontras sekali dengan negara-negara yang sudah maju, Inggris misalnya. Disana olahraga - sepertinya - hanya dipandang sebagai penyemarak kehidupan manusia. Bukan lagi ajang buat menunjukkan diri dihadapan dunia. Di Amerika misalnya, pada pertarungan Chris John tidak dipandang sebagai ajang mempertaruhkan nasionalisme seperti kita di Indonesia. Disana–entah mungkin masyarakat sana yang kelewat matre- (atau mungkin, karena saya juga belum Amerika sana) duel tersebut hanya dipandang sebagai ajang taruhan saja. Bisnis. Tidak lebih. Nasionalisme...wah kejauhan itu....
Dan di negara-negara tersebut yang menjadi kebanggaan justru adalah sistem fasilitas olahraganya. Bangga karena negara mampu menyediakan fasilitas olahraga fisik dan non fisik untuk masyarakat luas.
Disatu sisi kita jadi harus sadar pembangunan olahraga di negara ini memang lebih mengerucut terhadap performa sedikit atlet untuk tampil di arena Internasional. Penyediaan sarana olahraga yang lengkap dan terjangkau bagi masyarakat luas. (masih sekedar mimpi kali)
Mau futsalan saja sekarang bingung. Parkiran dilarang. Lapang tidak ada. Yah..terpaksa harus bayar.... lumayan mahal untuk hanya sekedar olahraga. Sudahlah... jangan kuatir, suatu saat nanti juga kita akan seperti negara-negara maju itu. Fasilitas akan (hampir) gratis. Terus kita juga akan banyak melahirkan CR9- CR9 Indonesia. Lha wong jumlah penduduk Indonesia banyak. Anak-anak yang senang sepak bola, dan olahraga-olahraga lain juga banyak di Indonesia. Tapi cuma karena kita belum makmur saja, jadinya bakat-bakat CR9 cuma terlahir tanpa sempat diasah, dilatih dan diliput oleh dunia.
Kita toh memang belum makmur dan sejahtera benar.  Jadi...nasionalisme olahraga itu....mungkin memang milik negara berkembang.???
Kita toh memang belum benar-benar makmur, sepertinya benar juga apa kata orang-orang kalau rasa kebangsaan atau nasionalisme di masyarakat kita sudah mulai pudar... Bahkan makin banyak orang kita sendiri yang malu menjadi orang Indonesia...
Kebanggaan akan bendera merah putih, lagu kebangsaan, dan pekikan "Indonesia, Indonesia" mungkin hanya akan terdengar di event-event tertentu, seperti hari kemerdekaan dan juga saat kejuaraan olahraga yang melibatkan negara Indonesia... hanya saat-saat itulah rasa kebangsaan kita naik ke tingkat tinggi, tapi setelah itu langsung turun ke tingkat rendah...yang paling memalukan, banyak di antara warga negara, terutama para pemuda, yang lupa dengan lagu kebangsaan sendiri... malah ada juga yang tidak hafal lima ayat Pancasila... padahal termasuk simpel...
Kejuaraan seperti AFF yang akan datang mungkin saja membangkitkan jiwa nasionalisme kita sampai ke ubun-ubun... tetapi setelah ini selesai, kita akan kembali ke kehidupan di mana rasa nasionalisme hanya mendapat porsi sedikit di dalam hati kita...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar