MODUL 2.1 Pembelajaran Berdiferensi (Model 5: Connection, challenge, concept, change (4C))
Connection, Guru penggerak adalah prakasa perubahan di lingkungan sekolah
dimana seorang guru penggerak harunya mmapu memberikan perubahan-perubahan yang
memiliki dampak positif dilingkunganya. Koneksi yang cukup kuat dari seorang
guru penggerak dengan modul 2.1 yaitu pemeblajaran Berdiferensi. Pembelajaran
berdiferensiasi (differenciated instructions) merupakan implementasi
pembelajaran yang berpihak kepada murid sesuai konsep merdeka belajar.
Pembelajaran berdiferensiasi dirancang,dilaksanakan dan dinilai untuk memenuhi
kebutuhan individual murid dengan memperhatikan Kesiapan Belajar (readiness),
Minat Belajar (learning interest), dan Profil Belajar (learning
profiles). Dari pembelajaran Berdifirensi seorang guru penggerak mampu
menerapkan merdeka belajar dilingkunganya dimana penerapan konsep harus
bermuara pada murid itu sendiri.
Challenge, Dari Penerapan Pembelajaran berdeferensi Mulai dari diferensiasi konten, diferensiasi
proses, dan diferensiasi produk. Kadang sulit dilakukan karena kurangnya
fasilitas yang memadai untuk diterapkan. Bahkan akan menggunakan dana yang
cukup tinggi, sehingga kadang siswa harus mengluarkan uangn tambahan untuk
mengeksekusi konsep dan pembalajaran yang ada.
Concept, Pembelajaran Berdiferensi memiliki konsep yang sangat positif pada
pembelajaran siswa, mulai dari ide yang murid dapat lalu proses pengerjaan dan
output yang dihasilkan. Hal ini mampu membangun kemandirian siswa dalam
mengahasilkan yang siswa inginkan. Konsep pembelajaran berdiferensi juga mampu
memberikan rasa kepuasan belajar yang lebih oleh siswa karean siswa membangun
sendiri apa yang ingin mereka dapatkan dan hal-hal apa yang ingin mereka capai.
Change, Profil Pancasila yang tadinya hanya sebuah canangan semata diotak
saya melalui berbagai modul yang saya dapat termasuk pembelajaran Berdeferensi
saya mulai memahami dan membentuk pembelajaran Profil Pancasila secara tahap.
Tadinya saya ingin melakukan pembelajaran yang menyenangkan tetapi saya buta
akan arah yang harus saya ambil tetapi dengan pembelajaran berdeferensi saya
mampu menerapnya secara perlahan.
MODUL 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional (Model 6: Reporting, responding, relating, reasoning, reconstructing
(5R))
Mendeskripsikan
(Reporting), Pada sebuah kesempatan saya
menghadapi Siswa yang cukup aktif dan dipandang negative oleh lingkungan
sekolah, mulai dari dia yang sering melanggar peraturan sekolah, tidak mampu
mengkontrol emosi hingga sering berkelahi dengan teman sekitar. Hal ini tentu
saja meresahkan lingkungan sekolah, dimana murid yang dipandang penagruh buruk
bagi murid lain.
Merespon
(Responding), Respon yang saya berikan terhadap
peristiwa tersebut dengan mulai mendekati murid secara perlahan, menanyakan permasalahan
yang terjadi di rumah. Dan mulai meberikan pertanyaan-pertanyaan yang
bersinggungan sikap yang dia lakukan terhadap lingkungan skeitar. Mengapa hal
emosional yang selalu muncul dia lampiaskan ke orang-orang terdekatnya tanpa
berfikir dua kali.
Mengaitkan
(Relating), Melalui pembelajaran Sosial Emosinal
saya terapkan secara Maindfulness yang diartikan sebagai kesadaran yang muncul
ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat sekarang
dilandasi rasa ingin tahu dan kebaikan. Penerapan PSE mulai dari kesadaran
diri, pengelolaan diri, kesadran sosial, Keterampilan berhubung sosial, dan
pengambil keputusan yang bertanggung jawab. Saya mulai menggali apa yang
terjadi dari sikap aktif murid dan secara mendalam hanyut beradasarkan
emosional yang murid rasakan sehingga saya secara bertanggung jawab mampu
mengambil keputusan yang tidak merugikan siapapu.
Menganalisis
(Reasoning), dari pertanyaan yang saya ajukan dan
menggali informasi yang saya dapat saya dapat merasakan kenapa murid saya
memiliki emosional yang tidak terkendali. Setelah saya pahami ternyata sikap
yang dia tunjukan ke lingkungan adalah salah satu benteng yang ingin dia bangun
dan tidak ingin terlihat lemah. Kebiasaan yang terbangun di lingkungan rumah
dimana beberapa lain hal murid tidak memiliki kepercayaan diri sehingga timbul
adanya rasa dia harus melindungi dirinya dari serangan orang lain. Sehingga
murid terlihat lebih agresif dibandingkan murid yang lain. Permasalahan rumah
yang terus muncul membuatnya menjadi lebih emosional dibandingkan murid lain.
Kebiasaan-kebiasaan untuk bertidak tanpa berfikir seperti landak yang
melindungi dirinya dengan duri adalah filosofi yang saya dapat dari murid saya.
Hal ini mebangkitakan rasa emosinal saya untuk menuntun murida saya dalam
menghadapi emosional yang muncul pada dirinya. Manajemen Emosional dapat kita
terapkan berdasarkan pembelajaran PSE.
Merancang ulang
(Reconstructing), Dari kejadian atau peristiwa yang
telah saya hadapi tersebut saya merancang ulang pembelajaran Sosial Emosional,
diaman secara sadar yang menghadapi permasalahan yang muncul menggali lebih
dalam keadaan yang terjadi hingga mampu memberikan keputusan yang bertanggung
jawab sebagai pemimpin.
Pembelajaran
Sosial-Emosional (PSE) adalah hal yang sangat
penting. Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang
dibutuhkan anak untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan
memecahkannya, juga untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter
baik.
MODUL 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademis (Segitiga
Refleksi)

Setelah
Pembelajaran Coaching Untuk Supervisi Akademis, Saya Akhirnya Mampu mendapatkan Ilmu untuk berlatih mambangun komunikasi dan mampu
meperdayakan Pemimpin Pembalajaran dan Kepala Sekolah dalam membuat Prakasa
Perubahan yang mampu mebrikan dampak positif pada lingkungan sekolah. Prakasa
perubahan dnegan strategi memberikan semangat merdeka belajar dan meningkatkan
kualitas kurikulum yang bermakna dan kualitas sumber daya guru dan tenaga
pendidik dalam mewujudkan filosofi pemikiran KHD yaitu pembelajaran yang
berpihak pada murid.
Setelah
Pembelajaran Coaching Untuk Supervisi Akademis, Saya Akhirnya Memahami Bahwa, Prakasa Perubahan Seorang Coching harus dimulai dari diri saya.
Seorang Coaching harusnya mampu menetapkan tujuan, membuat rencana, dan
menentukan jalan untuk mencapai tujuan. Selain dari dirinya seorang Coaching
juga mampu menggerakan Rekan sejawat untuk membangun Supervisi Akademis yang
lebih berpihak pada murid. Coaching juga mampu menempatkan dirinya dnegan baik
mampu melakukan pengembangan dirinya dan menyalurkanya pada lingkungan sekitar.
Perasaan saya
setelah melakukan pembelajaran Coaching Untuk Supervisi Akademis adalah, Adanya pengmbangan diri pada diri saya dalam mentapkan posisi
menjadi seorang Coaching dan Supervisi. Mampu membrikan pertanyaan yang kritis
saat mengahadapi peristiwa dan mengarahkan murid untuk mendapatkan solusi dalam
permasalahan yang dihadapi. Adanya rasa senang tehadap ilmu yang didapat tetapi
merasa takut dengan ilmu yang didapat tidak mampu menerapkanya dengan baik.
Setelah
melakukan pembelajaran hari ini, target saya berikutnya adalah Mampu membedakan Mentoring, Konseling, Fasilitas, dan traning. Dari
semua pengertian kepemimpinan tersebut saya mampu memposisikan posisi saya dari
setia peristiwa. Saya tahu peran apa yang harus saya pilih menjadi Mentor,
Coaching, atau supervise untuk menghadapi peristiwa yang muncul. Mampu
mengmbangkan dan memperdayakan kompetensi dengan prinsip-prinsip Coaching dalam
berkomunikasi. Mampu mangaitkan paradigma berfikir dan prinsip coaching dengan
supervise akademik. Mamapu menerapkan dengan alur TIRTA dalam menghadapi
peristiwa yang muncul
Tidak ada komentar:
Posting Komentar